Nak, Ibumu sedang jatuh cinta

Nak, Ibumu benar-benar sedang jatuh cinta.
Ibu bertemu dengan pria yang Ibu harap dia Bapakmu. Sabari.
Bagaimana tidak Ibumu jatuh cinta nak?
Dia dengan sedikit masa lalu yg diceritakannya, dan upaya dia untuk mendekatkan diri pada Tuhan, tulusnya dia, budi baiknya, mata sayunya, hatinya putih nak.

Nak, Ibumu ini pembangkang, tak semua logika pria itu sesuai dg logika Ibu.
Tapi beberapa kali logika Ibu terpatahkan, dan dia membuat Ibumu berfikir dg sudut pandang lain. Ibumu suka.

Dengannya Ibumu sangat berisik. Ibu selalu ingin dia tau pemikiran-pemikiran Ibu.
Padahal dia gak mau ndengerin, tapi Ibu maksa. Ibumu caper (cari perhatian:istilah era Ibu remaja) sekali dengannya. Ah sampai Ibu malu dg ulah Ibu sendiri.

Ibu masih ingat, kali pertama Ibu baper (terbawa perasaan: istilah era mileniumnya Ibu) gegara uluran tangan itu. Uluran tangan yg mengantarkan alunan itu. Ibumu diam, baru pertama kali itu Ibu tau ada pria ndrama, dan Ibu suka drama yg dia buat. Tulus nak.

Tapi sekarang hatinya telah bermuara pada muaranya, dan itu bukan Ibumu.

Ibu tak pantas menganggap pria itu pergi, itu hanya halusinasi Ibu, karena pada hakekatnya dia memang tak pernah datang.
Semuanya adalah halusinasi Ibu.
Semuanya adalah delusi Ibu.
Jadi yakinkan Ibumu untuk tidak pernah menyesal dengan keputusan Ibu.
Ibu belajar untuk sami'na waato'na.
Iman Ibu diuji nak.
Kepercayaan Ibu pada janji Tuhan diuji nak. Sungguh.

Ibu sebut nama indahnya dalam sujud Ibu.
Ibu sebut namanya di antara adzan dan iqomah.
Bukan untuk memaksakan Tuhan agar menyandingkannya dg Ibu, sungguh bukan.
Ibu ingin belajar ikhlas nak. Ikhlas melihat lesung pipi yg muncul akibat terhibur oleh muaranya.
Hati ini sedang diuji keimanannya nak.
Ibu sebut namanya agar dia tak jadi tersangka kasus pembunuhan hati Ibu.

Ah, sepertinya Ibumu ini yg sok tau.
Tuhan Maha Tahu siapa yang terbaik untuk siapa.
Pria itu baik, cintanya bermuara untuk orang baik, dan sepertinya muaranya baik, bisa bawa pria itu meninggalkan kebiasaan kurang baiknya.

Dan nanti pasti ada saatnya, Bapakmu datang ke Ibu, dan kami saling mencintai, natural, tanpa harus berupaya.
Sekarang Ibu harus banyak belajar dari sosok putri Rosul, Fatimah r.a. dalam mencintai Ali r.a. Meskipun tak sempurna, pasti. Dan nanti ketika sudah bersama Bapakmu, Ibu akan banyak belajar dari sosok istri tercinta Rosul, Khadijah r.a.
Doakan Ibu ya.

Kamu yang masih di surga, doakan ikhtiar Ibu dan Bapak ya.
Doakan kami selalu ingat Tuhan.
Doakan kami mampu istiqomah memperbaiki kualitas diri.
Doakan kami mampu menjadi orang tua yg amanah nantinya.
Dan kami menjadi salah satu bentuk nikmat Tuhan untukmu di dunia.


Ibumu.
---
Wanita yang (belum) pandai membuat orang nyaman nak,
yang (masih) kasar,
yang (masih) berisik,
yang (masih) belum bisa jadi pendengar yang baik.





Komentar

Popular Posts